WORTHY BIN

Minggu, 25 Mei 2008

My Article that publised by Jawa Pos

OPTIMALISASI ANGGARAN PENDIDIKAN 2008

OLEH:
Heriyanto Nurcahyo
Guru SMA Negeri 1 Glenmore

Perdebatan panjang seputar persoalan dunia pendidikan beberapa tahun terakhir hanya berkutat pada seputar rendahnya anggaran pendidikan itu sendiri. Persoalan utama yang kontribusinya sangat besar terhadap keterpurukan pendidikan nasional seakan terlupakan. Semisal, persoalan buruknya kinerja tenaga pendidik, kualifikasi pendidikan yang timpang, kecenderungan kearah kapitalisasi pendidikan, mulai pudarnya jiwa kompetitif di sekolah dan persoalan lain yang mengikutinya. Kondisi ini telah menjadikan persoalan minimnya anggaran sebagai komoditas perdebatan seputar persoalan pendidikan.
Dinamika pembangunan pendidikan di daerah juga menunjukan kondisi setali tiga uang. Jargon dan isu pembangunan pendidikan hanya sampai pada lip service semata dan belum terimplemantasikan secara jelas dalam perencanaan penganggarannya. Pasal 31 amandemen UU 45 dan UU SPN No.20/2003 Pasal 49 pun hanya sekedar rambu-rambu yang sering dilanggar.
Anehnya lagi, dinamika pembangunan pendidikan cenderung memarjinalisasikan anak-anak keluarga miskin. Akses pendidikan mereka tersumbat, justru oleh kendala non teknis. Semisal, melambungnya uang gedung, seragam, buku sekolah dan lainnya. Persoalan-persoalan inilah yang selanjutnya menjadi salah satu pelecut lahirnya kebijakan pendidikan gratis. Kebijakan yang diformulasikan untuk menyelematkan keberlangsungan pendidikan anak-anak miskin.

Tidak mudah menjawab pertanyaan ini, mengingat persoalan keterpurukan dunia pendidikan tidak hanya dipicu oleh rendahnya alokasi anggaran semata. Terdapat serangkaian factor terkait yang tidak bisa begitu saja dilepaskan dari keterpurukan ini. Baik kendala interen dunia pendidikan sendiri maupun factor ekternal lainnya semisal: keajegan kehidupan ekonomi, politik dan stabilitas daerah. Namun, topangan anggaran yang sangat signifikan ini akan banyak membantu proses restorasi keterpurukan pembangunan pendidikan.
Persoalannya sekarang adalah lebih pada bagimana mengoptimalkan anggaran yang besar ini bagi peningkatan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia. Baik kualitas spendidikan mikro terlebih lagi yang makro. Dan yang tidak boleh terlupakan adlaha terbukanya akses yang luas bagi tersedianya layanan untuk semua (education for all).

Dalam kaitan tersebut, penulis melihat paling tidak terdapat tiga sector diluar pembangunan fisik yang bisa dijadikan bahan diskusi lebih lanjut untuk mengoptimalkan anggaran pendidikan lima tahun kedepannya.Pertama, Optimalisasi akses pendidikan melalui instrument pendidikan gratis. Meski perdebatan tentang istilah gratis belum usai, namun esensinya aalah adanya upaya nyata menarik kembali ribuan anak putus sekolah ke sekolah kembali.
Kedua, optimalisasi peningkatan kualitas anak didik. Hal ini bisa dilakukan dengan misalnya pembangunan kultur sekolah yang solid dan susanan kompetitif yang tinggi. Disinilah peran pemerintah sangat menentukan dalam menjembatani kepentingan sekolah untuk menumbuhkan dan membangun iklim budaya positif di sekolahnya. Dengan terbangunnya budaya sekolah yang produktif, fenomena manusia pembelajar akan menemukan ruang kondusifnya untuk membangun kreatifitas dan keingintahuannya dalam menelorkan inovasi-inovasi kehidupan yang lebih bermakna.
Ketiga, Up Grading pengetahuan dan ketrampilan guru. Karena guru memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan sekolah, masa depan pengetahuannya juga harus dijamin tetap berkembang. Menurut Prof Dr Yohanes Surya – Pembinan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) – bahwa kualitas anak didik sangat ditentukan oleh kemampuan guru membimbing dan memfasilitasi keingintahuannya yang luar biasa. Kalau gurunya berkualitas, anak didiknya pun akan sama berkualitasnya. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Yohanes Surya terhdap anak didiknya di Tim TOFI yang menjadi juara di beberapa event internasional.
Disamping hal ketiga tersebut, pemerintah juga harus memformulasikan bentuk rewards atas prestasi pelajar dan gurunya. Selama ini bakat dan prestasi anak didik jarang mendapatkan pembinaan yang memadai hingga keluarbiasannya lenyap bersama dengan lenyapnya perhatian pemerintah. Hal yang sama juga banyak terjadi pada guru-gru yang berprestasi.
Mengakiri tulisan ini, saya ingin kembali mengajak semua saja yang peduli pada pendidikan untuk kembali menempatkan pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa. Dewasa ini fungsi sekolah tidak hanya sebagai wahana transfer pengetahuan dan budaya, lebih dari itu sebagai pusat lahirnya anak-anak harapan bangsa (center of exelence).

Tidak ada komentar: